Monday, January 31, 2011

Sulit, Mudah, RidhaNya

satu waktu, sudah lama sekali
seorang berkata dengan wajah sendu
"alangkah beratnya... alangkah banyak rintangan...
alangkah berbilang sandungan... alangkah rumitnya."

aku bertanya, "lalu?"
dia menatapku dalam-dalam, lalu menunduk
"apakah sebaiknya kuhentikan saja ikhtiar ini?"

"hanya karena itu kau menyerah kawan?"
aku bertanya meski tak begitu yakin apakah aku sanggup
menghadapi selaksa badai ujian dalam ikhtiar seperti yang dialaminya
"yah... bagaimana lagi? tidakkah semua hadangan ini pertanda bahwa Allah tak meridhainya?"

aku membersamainya menghela nafas panjang
lalu bertanya, "andai Muhammad, Shallallahu 'Alaihi wa Sallam
berpikir sebagaimana engkau menalar, kan adakah islam di muka bumi?"
"maksud akhi?", ia terbelalak

"ya, andai Muhammad berpikir bahwa banyak kesulitan
berarti tak diridhai Allah, bukankah ia akan berhenti di awal-awal risalah?"

ada banyak titik sepertimu saat ini, saat Muhammad
bisa mempertimbangkan untuk menghentikan ikhtiar
mungkin saat dalam rukunya ia dijerat di bagian leher
mungkin saat ia sujud lalu kepalanya disiram isi perut unta
mungkin saat ia bangkit dari duduk lalu dahinya disambar batu
mungkin saat ia dikatai gila, penyair, dukun, dan tukang sihir
mungkin saat ia dan keluarga diboikot total di syi'b Abi Thalib
mungkin saat ia saksikan sahabat-sahabatnya disiksa di depan mata
atau saat paman terkasih dan istri tersayangnya berpulang
atau justru saat dunia ditawarkan padanya; tahta, harta, wanita..."

"jika Muhammad berpikir sebagaimana engkau menalar
tidakkah ia punya banyak saat untuk memilih berhenti?

tapi Muhammad tahu, kawan
ridha Allah tak terletak pada sulit atau mudahnya
berat atau ringannya, bahagia atau deritanya
senyum atau lukanya, tawa atau tangisnya"

"ridha Allah terletak pada
apakah kita menaatiNya
dalam menghadapi semua itu
apakah kita berjalan dalam menjaga perintah dan larangNya
dalam semua keadaan dan ikhtiar yang kita lakukan"

"maka selama di situ engkau berjalan
bersemangatlah kawan..."

-.Salim A. Fillah, Dalam Dekapan Ukhuwah-

Sunday, January 23, 2011

Pernyataan imam 4 mazhab..

[1] ABU HANIFAH RAHIMAHULLAH
Imam madzhab yang pertama adalah Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit. Para muridnya telah meriwayatkan berbagai macam perkataan dan pernyataan beliau yang seluruhnya mengandung satu tujuan, yaitu kewajiban berpegang pada Hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meninggalkan sikap membeo pendapat-pendapat para imam bila bertentangan dengan Hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ucapan beliau.
[a] “Artinya : Jika suatu Hadits shahih, itulah madzhabku”.
[b] “Artinya : Tidak halal bagi seseorang mengikuti perkataan kami bila ia tidak tahu dari mana kami mengambil sumbernya”
Pada riwayat lain dikatakan bahwa beliau mengatakan : “Orang yang tidak mengetahui dalilku, haram baginya menggunakan pendapatku untuk memberikan fatwa”. Pada riwayat lain ditambahkan : “Kami hanyalah seorang manusia. Hari ini kami berpendapat demikian tetapi besok kami mencabutnya”. Pada riwayat lain lagi dikatakan : “Wahai Ya’qub (Abu Yusuf), celakalah kamu ! Janganlah kamu tulis semua yang kamu dengar dariku. Hari ini saya berpendapat demikian, tapi hari esok saya meninggalkannya. Besok saya berpendapat demikian, tapi hari berikutnya saya meninggalkannya”.
[c] “Artinya : Kalau saya mengemukakan suatu pendapat yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tinggalkanlah pendapatku itu”.

[2] MALIK BIN ANAS
Imam Malik bin Anas menyatakan :
[a] “Saya hanyalah seorang manusia, terkadang salah, terkadang benar. Oleh karena itu, telitilah pendapatku. Bila sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah, ambillah ; dan bila tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah, tinggalkanlah”.
[b] “Siapa pun perkataannya bisa ditolak dan bisa diterima, kecuali hanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri”.
[c] Ibnu Wahhan berkata : “Saya pernah mendengar Malik menjawab pertanyaan orang tentang menyela-nyela jari-jari kaki dalam wudhu, jawabnya : ‘Hal itu bukan urusan manusia’. Ibnu Wahhab berkata : ‘Lalu saya tinggalkan beliau sampai orang-orang yang mengelilinginya tinggal sedikit, kemudian saya berkata kepadanya : ‘Kita mempunyai Hadits mengenai hal tersebut’. Dia bertanya : ‘Bagaimana Hadits itu ?. Saya menjawab : ‘Laits bin Sa’ad, Ibnu Lahi’ah, Amr bin Harits, meriwayatkan kepada kami dari Yazid bin ‘Amr Al-Mu’afiri, dari Abi ‘Abdurrahman Al-Habali, dari Mustaurid bin Syaddad Al-Qurasyiyyi, ujarnya : ‘Saya melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggosokkan jari manisnya pada celah-celah jari-jari kakinya’. Malik menyahut :’ Hadits ini hasan, saya tidak mendengar ini sama sekali, kecuali kali ini. ‘Kemudian di lain waktu saya mendengar dia ditanya orang tentang hal yang sama, lalu beliau menyuruh orang itu untuk menyela-nyela jari-jari kakinya”.

[3] SYAFI’I
Riwayat-riwayat yang dinukil orang dari Imam Syafi’i dalam masalah ini lebih banyak dan lebih bagus dan pengikutnya lebih banyak yang melaksanakan pesannya dan lebih beruntung.
Beliau berpesan antara lain.
[a] “Setiap orang harus bermadzhab kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan mengikutinya. Apa pun pendapat yang aku katakan atau sesuatu yang aku katakan itu berasal dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tetapi ternyata berlawanan dengan pendapatku, apa yang disabdakan oleh Rasulullah itulah yang menjadi pendapatku”
[b] “Seluruh kaum muslim telah sepakat bahwa orang yang secara jelas telah mengetahui suatu hadits dari Rasulullah tidak halal meninggalkannya guna mengikuti pendapat seseorang"
[c] “Bila kalian menemukan dalam kitabku sesuatu yang berlainan dengan Hadits Rasulullah, peganglah Hadits Rasulullah itu dan tinggalkan pendapatku itu”
[d] “Bila suatu Hadits shahih, itulah madzhabku”
[e] “Kalian* lebih tahu tentang Hadits dan para rawinya daripada aku. Apabila suatu Hadits itu shahih, beritahukanlah kepadaku biar di mana pun orangnya, apakah di Kuffah, Bashrah, atau Syam, sampai aku pergi menemuinya”
[f] “Bila suatu masalah ada Haditsnya yang sah dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menurut kalangan ahli Hadits, tetapi pendapatku menyalahinya, pasti aku akan mencabutnya, baik selama aku hidup maupun setelah aku mati”
[g] “Bila kalian mengetahui aku mengatakan suatu pendapat yang ternyata menyalahi Hadits Nabi yang shahih, ketahuilah bahwa hal itu berarti pendapatku tidak berguna”
[h] “Setiap perkataanku bila berlainan dengan riwayat yang shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Hadits Nabi lebih utama dan kalian jangan bertaqlid kepadaku”
[i] “Setiap Hadits yang datang dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, berarti itulah pendapatku, sekalipun kalian tidak mendengarnya sendiri dari aku”

* Ucapan ini ditujukan kepada Imam Ahmad bin Hanbal, diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam kitab Adabu Asy-Syafi’i hal. 94-95, Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah (IX/106), Al-Kahtib dalam Al-Ihtijaj (VIII/1), diriwayatkan pula oleh Ibnu ‘Asakir dari beliau (XV/9/1), Ibnu ‘Abdil Barr dalam Intiqa hal. 75, Ibnu Jauzi dalam Manaqib Imam Ahmad hal. 499, Al-Harawi (II/47/2) dengan tiga sanad, dari Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, dari bapaknya, bahwa Imam Syafi’i pernah berkata kepadanya : “….. Hal ini shahih dari beliau. Oleh karena itu, Ibnu Qayyim menegaskan penisbatannya kepada Imam Ahmad dalam Al-I’lam (II/325) dan Filani dalam Al-Iqazh hal. 152″. Selanjutnya, beliau berkata : “Baihaqi berkata : ‘Oleh karena itu, Imam Syafi’i banyak mengikuti Hadits. Beliau mengambil ilmu dari ulama Hizaz, Syam, Yaman, dan Iraq’. Beliau mengambil semua Hadits kepada madzhab yang tengah digandrungi oleh penduduk negerinya, sekalipun kebenaran yang dipegangnya menyalahi orang lain. Padahal ada ulama-ulama sebelumnya yang hanya membatasi diri pada madzhab yang dikenal di negerinya tanpa mau berijtihad untuk mengetahui kebenaran pendapat yang bertentangan dengan dirinya”. Semoga Allah mengampuni kami dan mereka”.


[4] AHMAD BIN HANBAL
Ahmad bin Hanbal merupakan seorang imam yang paling banyak menghimpun Hadits dan berpegang teguh padanya, sehingga beliau benci menjamah kitab-kitab yang memuat masalah furu’ dan ra’yu.
Beliau menyatakan sebagai berikut :
[a] “Janganlah engkau taqlid kepadaku atau kepada Malik, Sayfi’i, Auza’i dan Tsauri, tetapi ambillah dari sumber mereka mengambil. Pada riwayat lain disebutkan : “Janganlah kamu taqlid kepada siapapun mereka dalam urusan agamamu. Apa yang datang dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, itulah hendaknya yang kamu ambil. Adapun tentang tabi’in, setiap orang boleh memilihnya (menolak atau menerima)” Kali lain dia berkata : “Yang dinamakan ittiba’ yaitu mengikuti apa yang datang dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, sedangkan yang datang dari para tabi’in boleh dipilih”.
[b] ” Pendapat Auza’i, Malik dan Abu Hanifah adalah ra’yu (pikiran). Bagi saya semua ra’yu sama saja, tetapi yang menjadi hujjah agama adalah yang ada pada atsar (Hadits)”
[c] “Barangsiapa yang menolak Hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia berada di jurang kehancuran”
Demikianlah pernyataan para imam dalam menyuruh orang untuk berpegang teguh pada Hadits dan melarang mengikuti mereka tanpa sikap kritis. Pernyataan mereka itu sudah jelas tidak bisa dibantah dan diputarbalikkan lagi. Mereka mewajibkan berpegang pada semua hadits yang shahih sekalipun bertentangan dengan sebagian pendapat mereka tersebut dan sikap semacam itu tidak dikatakan menyalahi madzhab mereka dan keluar dari metode mereka, bahkan sikap itulah yang disebut mengikuti mereka dan berpegang pada tali yang kuat yang tidak akan putus. Akan tetapi, tidaklah demikian halnya bila seseorang meninggalkan Hadits-hadits yang shahih karena dipandang menyalahi pendapat mereka. Bahkan orang yang berbuat demikian telah durhaka kepada mereka dan menyalahi pendapat-pendapat mereka yang telah dikemukakan di atas. Allah berfirman.
“Artinya : Demi Tuhanmu, mereka itu tidak dikatakan beriman sehingga mereka menjadikan kamu sebagai hakim dalam menyelesaikan sengketa diantara mereka, kemudian mereka tidak berkeberatan terhadap keputusanmu dan menerimanya dengan sepenuh ketulusan hati”. [An-Nisa' : 65]
Allah juga berfirman.
“Artinya : Orang-orang yang menyalahi perintahnya hendaklah takut fitnah akan menerima mereka atau azab yang pedih akan menimpa mereka”. [An-Nur : 63]
Imam Hafizh Ibnu Rajab berkata :
“Kewajiban orang yang telah menerima dan mengetahui perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah menyampaikan kepada ummat, menasihati mereka, dan menyuruh mereka untuk mengikutinya sekalipun bertentangan dengan pendapat mayoritas ummat. Perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih berhak untuk dimuliakan dan diikuti dibandingkan dengan pendapat tokoh mana pun yang menyalahi perintahnya, yang terkadang pendapat mereka itu salah. Oleh karena itulah, para sahabat dan para tabi’in selalu menolak pendapat yang menyalahi Hadits yang shahih dengan penolakan yang keras yang mereka lakukan bukan karena benci, tetapi karena rasa hormat. Akan tetapi, rasa hormat mereka kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam jauh lebih tinggi daripada yang lain dan kedudukan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam jauh diatas mahluk lainnya. Bila perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ternyata berlawanan dengan perintah yang lain, perintah beliau lebih utama didahulukan dan diikuti, tanpa sikap merendahkan orang yang berbeda dengan perintah beliau, sekalipun orang itu mendapatkan ampunan dari Allah.  Bahkan orang yang mendapat ampunan dari Allah, yang pendapatnya menyalahi perintah Rasuluallah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak merasa benci bila seseorang meninggalkan pendapatnya, ketika ia mendapati bahwa ketentuan Rasulullah berlawanan dengan pendapatnya.


 copas dari sini: http://syababpetarukan.wordpress.com/as-sunnah/bagian-kedua/

Thursday, January 13, 2011

Istikharah

shalat istikharah itu dilakukan klo kita udah berniat dengan yakin mengerjakan sesuatu atau ragu akan suatu hal.. nah setelah berniat dan yakin terus kita shalat 2 rakaat dan berdoa,, klo yang akan kita lakukan baik untuk agama dan kehidupan kita kedepannya minta agar dimudahkan oleh allah,, klo jelek untuk agama dan kehidupan kedepannya di jauhkan oleh allah.. setelah berdoa kita ga nunggu tanda berupa perubahan suasana hati dapet ilham mimpi atau apapun lah itu,, tapi kita tetap lakukan apa yang kita niatkan dari awal,, jalani saja.. nanti seiring dengan perjalanan waktu allah yang akan memudahkan dan menjauhkan hal tersebut entah dengan cara seperti apa..

Monday, January 10, 2011

Jadi lebih baik atau buruk..

Dulu saya pernah berpikir untuk menanam durian tapi di daerah pantai dan bakau.. saya penasaran rasanya bakalan seperti apa yah.. supaya bisa survive saya berangan untuk membuat hibrid pohon bakau dengan duren.. bagian bawah berupa akar bakau dan bagian atasnya pohon duren.. dan terpikirlah rencana untuk mengganti pohon bakau dengan pohon bakau-duren.. yah pada saat itu masih terpikir enaknya saja sih,,durennnnn..

lalu beberapa hari kemudian terpikir oleh saya.. hmm.. wah gawat klo pohon bakau di ganti ama bakau-duren.. klo ada tsunami nanti malah bisa membuat korban jiwa bertambah banyak akibat mati terantuk buah duren.. klo gtu jangan deh.. ganti yang lain aja..

silly thought isnt it..terkadang kita manusia berpikir dan berniat untuk membuat dunia jadi lebih baik dengan entah berupa penemuan,, bisa saja berakhir baik,, tapi akan selalu ada kemungkinan untuk berakhir tidak baik atau menimbulkan masalah baru.. kita berpikir berdasarkan pada pengetahuan yang kita miliki dan itu terbatas..

Trend peminta minta 2011..

Dulu ada yang pake luka boongan..tangan atau kaki pura2 buntung..Sekarang dilampu merah yang sering saya lalui (simpang, BKR, metro) tipe yang ada orang buta dengan tongkatnya minta2.. dan sepasang suami istri degnan istri yang buta dituntun..istrinya memakai topi yang menutupi matanya..
taun depan trendnya seperti apa ya.. hmm.. i wonder..