Tuesday, September 14, 2010

Sunday, September 12, 2010

Itjtihad, Ittiba', dan Taqlid

Itjtihad itu proses pengambilan keputusan dengan perjuangan pemikiran dengan menggunakan segala perangkat yang diperlukan, untuk mencari, mendata, menganalisis, dan menyimpulkan.

Ittiba' adalah proses perbuatan mengikuti suatu keputusan namun dengan pemahaman yang memadai tentang pilihannya itu.

Taqlid adalah mengikuti suatu keputusan tanpa memahami apa yang dipilihnya. Bisa tidak memahami, bisa tidak peduli.

Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul". Mereka menjawab: "Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya". Dan apakah mereka akan mengikuti juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk? (Al Maa'idah:104)

Thursday, September 09, 2010

Menjemput Jodoh..

Kata orang jodoh itu ada di tangan Tuhan. Nasehat sebagian orang, kita disuruh untuk menjemput jodoh, klo engga jodohnya di tangan Tuhan terus. Nah, terus saya bingung, emang ada angkot jurusan bumi -Arasy. pp Hmm.. apa nebeng malaikat tiap senin dan kamis ya. Nyegat Buroq dimana coba. Dasar manusia, makin kesini makin pada stress nampaknya.

Wednesday, September 08, 2010

Don't Pick The Convenient Over The Right..

Terkadang, entah sering, saya melihat saya sendiri dan orang-orang memilih apa yang membuat saya atau dia merasa nyaman dari pada apa yang benar (benar menurut masing-masing). Pemilihan terhadap yang nyaman ini terjadi terutama pada hal yang berbau agama. Agama entah kenapa yang saya rasakan memang banyak aturan-aturan yang 'mengekang' kenyamanan kita dalam berperilaku, ga boleh gini ga boleh gitu, ga boleh makan ini ga boleh minum itu, harus pakai ini pakai itu. Jika hal tersebut ditambahkan dengan manusia yang bersifat dasar lemah, kebiasaan dimasyarakat yang bertentangan, serta invasi gaya hidup dari luar yang menawarkan kebebasan sebebas-bebasnya. Maka lengkap sudah hal-hal yang menyebabkan banyak yang tidak bisa taat, ataupun setengah taat dan lebih memilih apa yang nyaman untuk hidup kita. 

Saya teringat satu hadis yang bercerita tentang pertanyaan rasul tentang siapa orang yang paling beriman. Begini kronologisnya. Pada suatu hari yang cerah rasul sedang berkumpul dengan para sahabatnya, pada saat itu kemudian rasul bertanya begini "menurut kalian siapakan yang paling beriman di dunia ini?" lalu para sahabat menjawab, "para malaikat" rasul berkata, "para malaikat berada di sisi allah tentu saja mereka beriman karena melihat langsung". Para sahabat menjawab kembali, "para nabi dan rasul" rasul kembali menjawab, "para nabi dan rasul menerima wahyu langsung dari malaikat." sahabatpun menjawab lagi umat yang hidup pada jaman nabi dan rasul tersebut, rasulpun menjawab kembali, "umat tersebut hidup dijaman nabi dan rasul masih menyaksikan turunnya wahyu dan mukjizat serta azab." Para sahabat pun terdiam dan bingung mau menjawab apa lagi. Kemudian, rasul berkata, "mereka adalah umat yang hidup setelah jaman kita, mereka yang hidup pada jaman setelah kita beriman berdasarkan pada apa yang tertulis di kertas." Kurang lebih seperti itu ceritanya.

Kita sekarang hidup dijaman yang disebutkan terakhir, jaman dimana tidak ada lagi mukjizat dan azab yang diturunkan, dan beriman hanya berdasarkan pada apa yang tertulis dikertas. Hal ini pula yang mungkin menyebabkan banyak dari kita yang tidak mengetahui akan aturan-aturan yang ada pada agama, dikarenakan sedikitnya waktu yang digunakan untuk mencari tahu dan mendalami hal tersebut. Banyaknya aliran  membuat kita semakin malas untuk melakukan penelusuran dan perbandingan. Dan ini  membuat kita terbiasa hidup berdasarkan pada kebiasaan-kebiasaan yang ada dan beragama berdasarkan pada taqlid buta tanpa tahu dasar.  Hingga akhirnya kita merasa nyaman dengan keadaan seperti ini.

Ketika ada seseorang yang menyalahkan kebiasaan tersebut dengan dasar yang kuat pada agama, kita cenderung menjadi apatis dan mungkin berpikir emang kenapa sih klo ga begitu, toh ga ada yang rugi. Toh ga ada yang tersakiti karena ini, toh niat saya baik. Ketidak tahuan yang berujung pada kenyamanan dan ketiadaan rasa takut karena terbiasa ini yang menyebabkan banyak yang menganggap beberapa aturan agama tersebut merupakan hal yang trivial. Maka semakin mudahlah kita untuk merasa aman untuk melanggarnya atau tidak melakukannya jika hal tersebut perintah.   

Ya, saya sendiripun merasakan sulitnya untuk tetap konsisten berpegang pada apa yang ada, dan memutuskan untuk menjauhi zona nyaman. Bahkan untuk melakukan beberapa hal yang saya sudah percayai benar membutuhkan waktu tahunan, beberapa bahkan sampai 4 tahun. Perjalanan menjadi baik memang jalan yang sangat panjang, perjalanan yang membutuhkan kesiapan mental yang luar biasa terutama ketika diharuskan memilih antara hal yang disukai dengan yang tidak disukai.  Rasulpun pernah bilang orang yang berpegang teguh pada tali agamanya pada akhir jaman ibarat orang yang menggenggam bara api. Pada bagian terakhir ini saya ingin mengutip perkataan cak nun sebagai penutup.

"Yang disebut "agama" adalah kesanggupan mental dan akal budi untuk tidak menggerakan kaki kehidupan ini berdasarkan pada apa yang kita sukai, melainkan berdasarkan apa yang wajib dan benar menurut allah."

Selamat Datang dan Selamat Tinggal .....

when i ask, that because i care..
when i opinionated, that because i care..
when i being curious, that because i care..
when i realize why i care..

It put me in agony..
I am aware, there is no place for me..
Welcome and good bye ....

Monday, September 06, 2010

Anyam Anyaman Nyaman (sujiwo tejo)

Anut runtut tansah reruntungan
Munggah mudhun gunung anjlog samudro
Gandheng rendhengan jejereng rendheng
Reroncening kembang
Kembang kemanten

Mantene wus dandan dadi dewo dewi
Dewaning asmaro gyo mudhun bumi
Ela mendhung, bubar mawur, mlipir-mlipir, gyo sumingkir
Mahargyo dalan temanten
Dalanpun dewa dewi

Swara trompet, ting celeret, arak-arak, sigra-sigrak,
Datan kendat, anut runtut, gyo mudhun bumi...

selalu bergandengan tangan seiring sejalan
naik turun gunung sampai kedalam samudera
beringan laksana rangkaian bunga untuk pengantin

sang pengantin telah berdandan laksana dewa – dewi
dewa asmara yang turun ke bumi

lihatlah mendung menyingkir
menuju ke tepi dan segera berlalu
sebab jalan bagi pengantin
adalah jalan bagi dewa – dewi

terdengar suara terompet
berarak – arakan dan bergembira
tidak putus- putusnya arakan itu
dan segeralah menuju ke bumi